Setelah
diguyur hujan semalaman (8 November 2011), beberapa tempat di Bali
seperti Renon, Nusa Dua, Gunung Agung, Jln Nangka-Gatsu-A Yani, dll
mengalami banjir padahal curah hujan saat itu belumlah seberapa dan akan
terus meningkat untuk beberapa minggu ke depan. Sebenarnya persoalan
banjir adalah permasalahan yang hampir ada setiap tahunnya dan akan
selalu kita hadapi di daerah kota-kota besar tidak terkecuali di Bali.
Kawasan
kota-kota besar seperti Denpasar, Badung dan kota lainnya sebisa
mungkin harus dikonsep ulang agar mampu mengurangi resiko banjir
dikemudian hari. Tidak perlu mengkonsep ulang secara besar-besaran,
karena ada beberapa hal kecil yang dapat kita lakukan untuk dapat
mengatasi masalah ini bersama-sama. Apabila banjir dapat ditanggulangi,
tentu saja anggaran daerah dapat dihemat, pariwisata tetap berjalan
sehingga perekonomian Bali semakin maju dari tahun ke tahun.
PENYEBAB BANJIR DI BALI
Secara
umum penyebab utama banjir adalah perubahan perilaku manusia dalam
mengubah fungsi lingkungan dan mendesain tata kota. Di kawasan daerah
pariwisata telah terjadi perubahan tata ruang secara massive, sehingga
daya dukung lingkungan menurun drastis. Keadaan ini secara signifikan menurunkan kapasitas penyerapan air secara drastis. Kondisi ini diperparah dengan sistem drainase permukiman yang kurang memadai, sehingga pada curah hujan tertentu, menimbulkan genangan air di mana-mana
LANGKAH PENCEGAHAN
Memperbanyak Bangunan Penampungan Air Hujan
Memperbanyak Bangunan Penampungan Air Hujan
Ada banyak jenis bangunan
penampungan air hujan yang dapat diaplikasikan di Bali untuk bisa
menangkap air hujan yang turun dalam upaya pencegahan banjir yang
terjadi dari tahun ke tahun. Mulai dari penampungan air hujan raksasa di
bawah tanah (deep tunnel), pembuatan kolam penampungan air hujan di
taman kota, sumur resapan, sampai dengan penampungan air hujan yang
diaplikasikan di rumah-rumah. Ide penampungan air hujan sebetulnya bukan
ide yang baru, banyak catatan historis dari berbagai yang menunjukkan
bahwa cara ini telah diterapkan sejak masa prasejarah di seluruh penjuru
dunia [1].
Konsep
ini memang tampak sederhana, namun apabila seiap rumah terdapat
bangunan penampungan air hujan walaupun dengan kapasitas sedikit saja,
konsep ini terbukti mampu mencegah banjir di daerah perkotaan. Beberapa
puluh tahun yang lalu di Jepang para engineer bangunan sengaja berkumpul
untuk mendesain bangunan penampungan air hujan yang sederhana, gampang
diaplikasikan diperkotaan, dan tidak merusak pemandangan. Mungkin kita
dapat mengambil ide-ide yang dirasa cocok untuk diterapkan di Bali.
Selain dapat mencegah banjir beberapa konsep penampungan juga dapat memanfaatkan air hujan untuk memenuhi beberapa kebutuhan seperti menyiram tanaman, mencuci mobil atau lainnya. Konsep pada gambar 3 misalnya, memanfaatkan pipa air atap rumah dengan memasang botol-botol plastik trasnparan. Ketika kita
ingin memanfaatkan air hujan, kita hanya perlu mencopot beberapa botol yang
ada sesuai dengan kebutuhan. Botol plastik transparan juga berfungsi sebagai pembunuh bakteri
yang ada di dalam air karena secara tidak langsung, botol transparan
akan menyerap sinar UV dari matahari.
Gambar 1 Konsep rumah yang memanfaatkan air hujan jenis rooftop
harvesting (cocok untuk daerah dengan kepadatan penduduk tinggi yang rawan banjir)
harvesting (cocok untuk daerah dengan kepadatan penduduk tinggi yang rawan banjir)
Gambar 2 Konsep sumur resapan
Gambar 3 Konsep Rain Drops yang dikembangkan oleh Evant Gant
Permasalahan sampah memang menjadi permasalahan utama di Bali. Lingkungan yang kotor dengan penumpukan sampah dimana-mana, apalagi di selokan saluran drainase menjadi salah satu penyebab banjir di Bali. Proyek pembangunan jalan yang sering terjadi di Bali juga kerap mengabaikan manfat selokan sebagai saluran drainase pencegah banjir. Sehabis mengerjakan proyek, mereka seenaknya saja menutup tempat masuknya air dari jalan raya, membiarkan tanah-tanah sisa proyek menyumbat selokan, dll. Toko-toko di pinggir jalan juga sering menutup dan mengalihkan fungsi selokan agar tampilan toko menjadi lebih menarik. Mulai saat ini apabila Bali ingin mencegah banjir, poin ini perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat Bali.
Teknologi lubang resapan Biopori
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna yang dikembangkan oleh kampus IPB yang ramah lingkungan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resapan air.
Selain dapat mencegah banjir, pembuatan lubang biopori ini juga dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Dengan ini kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan), memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan dapat mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.
Cara membuatnya cukup mudah, kita cukup membuat lubang di tanah dengan menggunakan bor tanah atau alat pembuat lubang sederhana seperti yang ditunjukan oleh gambar 5 yang sudah dapat dibeli di toko-toko bangunan terdekat. Diameternya cukup 10 cm dengan panjang kira-kira sebesar 100 cm seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4. Semakin banyak lubang biopori di halaman setiap rumah, diharapkan dapat mengatasi bahaya banjir di Bali.
Gambar 4 Teknologi lubang biopori
Gambar 5 Konsep alat sederhana pembuat lubang biopori
Gambar 6 Lubang biopori konsep perumahan
Selain langka-langkah yang disebutkan diatas, langkah sederhana lainnya yang bisa dilakukan guna mencegah bahaya banjir di Bali adalah :
- kerja bakti membersihkan saluran air;
- tidak membuang sampah sembarangan di sungai;
- lakukan penghijauan menanam tanaman di rumah dan di sekitar rumah tempat tinggal;
- menyediakan lahan untuk taman dirumah-rumah atau sebisa mungkin tidak membeton semua halaman rumah;
- jangan melakukan penebangan pepohonan terutama hutan dan tanaman resapan air;
- jangan terlalu banyak memfungsialihkan lahan pertanian;
- memperlebar dan membershihkan Tukad Badung dan sungai lainnya, untuk menambah kapasitas sungai dalam menampung debit air;
REFERENCE
1. Study Of Clean Water Fullfillment With Rain Water Harvesting
2. www.biopori.com
wew mantap fen, tahun kemaren perumahan aku masuk SCTV karena banjir setinggi 2meter, dan itu selalu kejadian tiap tahunnya. bagus banget sih ide2nya, sayang lebih banyak alihfungsi lahan saat ini udah parah bgt, terakhir hutan bambu ma sawah sebelah rumah gw skrg dah jadi perumahan (lagi). mudah2an ada orang2 yg nyadar dan melakukan perbaikan dah -.-
BalasHapus