Oleh : NN
Secara teoritis banyak pakar pertanian ataupun ekologi yang sepaham
bahwa sistem pertanian organik merupakan salah satu altematif solusi
atas kegagalan sistem pertanian industrial.
Sayangnya praktek-praktek sistem pertanian organik belum memiliki greget yang
mengakar dalam masyarakat petani Bali. Pioner-pioner pertanian organik
yang muncul di beberapa daerah masih berjuang keras meyakinkan para
petani atau masyarakat sekitar tentang manfaat sistem pertanian organik
bagi kesinambungan kehidupan alamiah dan manusia. Bahkan tidak jarang
para pelaku pertanian organik mendapat sindiran atau cemoohan dari
petani lain yang sudah gandrung dengan pertanian industrial yang
terkenal rakus bahan kimia dan mahal. Gerakan pertanian
organik kurang mendapat tanggapan yang luas karena para petani kita
sebagian besar terlanjur berpola pikir dan pola sikap seperti pada masa
orde baru.
Program-program pembangunan pertanian yang dicanangkan
pemerintah untuk mendukung sistem pertanian ramah lingkungan juga belum
memberikan hasil yang nyata. Program Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang
dulu terbukti cukup efektif meredam penggunaan pestisida saat ini sudah tidak dilaksanakan oleh para petani,
karena proyek PHT dianggap sudah selesai. Oleh karena itu, diperlukan
adanya gerakan moral sistem pertanian organik yang diprakarsai oleh para
aktivis lingkungan dan petani maju dengan dukungan pemerintah, serta program aksi yang terencana, tertata, dan
terselenggara secara nyata dalam masyarakat pertanian secara luas.
Para
penentu kebijakan pertanian di Jakarta diharapkan tidak lagi
berorientasi pada program-program yang memburu target produksi (product oriented),
misalnya Gerakan Mandiri Padi, Palawija, dan Jagung (Gema Palagung),
Gerakan Mandiri Protein Ternak dan Ikan (Gema Protekan), dan sebagainya.
Tolok ukur keberhasilan pembangunan bukan lagi hanya di lihat dari satu
aspek, yaitu tingginya produktivitas, namun juga aspek sustainabilitas
sumber daya alam.
Ada semacam pesimisme di kalangan penentu
kebijakan pada masa transisi dari pertanian industrial ke pertanian
organik bahwa akan terjadi degradasi produksi pangan yang pada
gilirannya dikhawatirkan menimbulkan bahaya kekurangan pangan. Sistem
pertanian organik pada awalnya diragukan kemampuannya untuk memacu
produksi sebesar sistem pertanian industrial. Namun demikian, dalam
jangka panjang pertanian organik justru dapat mempertahankan
produktivitas lahan dan basil panen secara berkesinambungan. Sebaliknya,
sistem pertanian industrial lebih berorientasi jangka pendek atau
sesaat dengan cara-cara eksploitasi sumber daya alam, rekayasa biologi,
ataupun rekayasa social untuk mengejar produktivitas hasil panen yang
harus berpacu dengan laju pertumbuhan penduduk dan kehutuhan bahan
pangan.
Kelahiran beberapa organisasi non-pemerintah (ornop) yang
peduli lingkungan pada akhir pemerintahan orde baru membawa angin segar
bagi gerakan pemberdayaan masyarakat pertanian yang lebih berorientasi
jangka panjang. Misalnya, di Jawa, Jaringan Kerja Organisasi Pertanian
Organik secara intens melakukan upaya pemberdayaan petani organik
melalui berbagai pertemuan dengan masyarakat tani dalam bentuk seminar
atau sarasehan dengan para pakar pertanian. Di daerah Sumatra Barat,
beberapa petani membentuk lembaga Persatuan Petani Organik untuk
mewadahi berbagai aspirasi dan tukar pengalaman antar-anggota dalam
pengembangan pertanian organik. Di Bali, para ilmuwan, peneliti,
pengusaha, petani, dan penyuluh pertanian telah mendeklarasikan Asosiasi
Pertanian Organik (Aspernik) yang berupaya menjaga kelestarian alam
sebagai aset kehidupan dan agrowisata sepanjang zaman.
Secara
teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem produksi
pertanian di mana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah
mati, menjadi faktor penting dalam proses produksi usaha tani tanaman,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Penggunaan pupuk
organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama,
penyakit, dan gulma secara biologis adalah contoh-contoh aplikasi sistem
pertanian organik (Sugito dkk., 1995). Sistem pertanian organik
sebenamya adalah warisan para leluhur kita yang sebagian besar petani,
namun banyak petani sekarang justru berpaling pada pertanian yang rakus
akan bahan-bahan kimia.
Enam prinsip standar
(Seymour, 1997) kriteria sistem pertanian organik
1. localism. Pertanian
organik berupaya mendayagunakan potensi lokal yang ada sebagai suatu
agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan baku atau
input dari sekitarnya.
2. Perbaikan tanah (soil improvement).
Pertanian organik berupaya menjaga, merawat, dan memperbaiki kualitas
kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan organik, pergiliran tanaman,
konservasi lahan, dan sebagainya.
3. Meredam polusi (pollution abatement).
Pertanian organik dapat meredam terjadinya polusi air dan udara dengan
menghindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara
sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintetik yang dapat
menjadi sumber polusi.
4. Kualitas produk (quality of product).
Pertanian organik menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas yang
memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi lingkungan serta kesehatan.
5. Pemanfaatan energi (energy use).
Pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin penggunaan
energi dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil yang benipa pupuk
kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak (solar, bensin, dan
sebagainya).
6. Kesempatan kerja (employment). Dalam
mengelola usaha tani organiknya, para petani organik memperoleh kepuasan
dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan upah yang layak.
Keunggulan sistem pertanian organik
1. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau orisinalitas sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari rekayasa genetika ataupun introduksi teknologi yang tidak selaras alam. Intervensi budi daya manusia terhadap tanaman atau hewan tetap mengikuti kaidah-kaidah alamiah yang selaras, serasi, dan seimbang. Namun demikian, pertanian organik tidak berarti anti teknologi baru, sejauh hal itu memenuhi azas selaras, serasi, dan seimbang dengan alam.
1. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau orisinalitas sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari rekayasa genetika ataupun introduksi teknologi yang tidak selaras alam. Intervensi budi daya manusia terhadap tanaman atau hewan tetap mengikuti kaidah-kaidah alamiah yang selaras, serasi, dan seimbang. Namun demikian, pertanian organik tidak berarti anti teknologi baru, sejauh hal itu memenuhi azas selaras, serasi, dan seimbang dengan alam.
2. Sistem pertanian organik berbasis pada rasionalitas bahwa
hukum keseimbangan alamiah adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Manusia sebagai bagian dari sistem jagad raya bukan ditakdirkan menjadi
penguasa alam raya. tetapi bertanggung jawab untuk menjaga dan
melestarikannya. Nilai-nilai rasionalitas harus digunakan secara
seimbang dengan sistem nilai agama, etika, dan estetika yang menempatkan
manusia sebagai makhluk paling mulia.
3. Saat ini, sistem
pertanian organik menjadi isu global dan mendapat respon serius di
kalangan masyarakat pertanian, terutama di negara-negara maju di mana
masyarakat sudah sangat sadar bahwa pertanian ramah lingkungan menjadi
faktor penentu kesehatan manusia dan kesinambungan lingkungan. Pada
berbagai pertemuan ilmuwan lingkungan tingkat dunia, tema sistem
pertanian organik selalu menjadi agenda utama dan menarik karena
menyangkut kepentingan global atau kepentingan bersama umat manusia di
planet bumi ini.
4. Sistem pertanian organik menempatkan
keamanan produk pertanian. baik bagi kesehatan manusia ataupun bagi
lingkungan, sebagai pertimbangan utama. Pertimbangan berikutnya adalah
kuantitas dan kualitas komoditas pertanian, termasuk kecukupan kadar
gizi dan volume yang mampu memenuhi kebutuhan hidup manusia.
5. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau
bersifat netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun
pelaku dalam sistem agroekosistem. Hubungan saling ketergantungan atau
simbiosis yang terbina antar pelaku sistem lebih bersifat mutualisme
atau saling menguntungkan. Sistem pertanian industrial telah menciptakan
ketergantungan petani pada penggunaan benih unggul, pestisida, dan
pupuk kimia buatan pabrik. Eksistensi kemandirian petani tereduksi oleh
hubungan ekonomi yang menempatkan nilai uang di atas segala-galanya.
6. Sistem pertanian organik selalu berupaya mendayagunakan
potensi sumber daya alam internal secara intensil Artinya, introduksi
input-input pertanian dari luar ekosistem (external inputs) pertanian
sedapat mungkin dihindari untuk mengurangi terjadinya disharmoni siklus
agroekosistem yang sudah berlangsung lama dan terkendali oleh kaidah
hukum alam.
7. Sistem pertanian organik tidak
berorientasi jangka pendek, tetapi lebih pada pertimbangan jangka
panjang untuk menjamin keberlanjutan kehidupan, baik untuk generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang. Bumi seisinya ini bukanlah
milik kita tetapi merupakan titipan anak cucu kita.
Kesimpulan
Pemerintah
sudah berkomitmen bahwa subsidi terhadap harga input pertanian akan
semakin dikurangi. Akibatnya, para petani sekarang merasakan mahalnya
harga-harga sarana produksi pertanian. Usaha tani padi dengan Skala
kurang dari setengah hektar tidak lagi mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup bagi keluarga tani, sebab besamya ongkos produksi sama
dengan hasil penjualan sehingga pola kesejahteraan petani cenderung
stagnan atau evolutif. Nilai tukar hasil-hasil pertanian pangan dalam
satu dasawarsa terakhir semakin menurun karena fluktuasi harga dan
pengurangan subsidi oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam upaya untuk meningkatkan hasil pertanian organik diperlukan campur tangan pemerintah secara langsung kepada petani.
Pustaka
Sistem pertanian berkelanjutan Oleh Karwan A. Salikin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar