Bali sejak dulu dikenal sebagai pintu gerbang pariwisata di
Indonesia. Kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap aset pariwisata
yang harus selalu di jaga-Budaya dan kelestarian keindahan alamnya,
membuat masyarakat Bali memegang teguh konvensi yang berasal dari budaya
yang juga berasal dari aturan agama Hindu Bali.
Selain
mengatur tentang tata hubungan kemasyarakatan, budaya Bali juga mengatur
tentang bangunan dan jalan. Hal inilah yang menyebabkan lebar dan
jaringan jalan di Bali sangat terbatas. Kondisi yang sangat mendukung
bagi dikembangkannya konsep sistem transportasi berkelanjutan.
Sayangnya,
sistem transportasi publik di Bali belum tertata dengan baik. Beberapa
daerah pariwisata, seperti di Nusa Dua misalnya, bahkan tidak dapat
diakses oleh angkutan umum. Sama sekali tidak disediakan angkutan umum
yang dikelola oleh otoritas daerah itu yang dapat digunakan sebagai
bagian dari feeder sistem angkutan umum yang melintasi daerah tersebut.
Hal ini sangat menyulitkan akses masyarakat setempat yang tidak memiliki
kendaraan bermotor ke wilayah itu. Padahal, sektor pariwisata menjadi
mata pencaharian yang dominan bagi masyarakat Bali.
Di
samping itu, keadaan topografi daerah Bali yang relatif berbukit-bukit
menjadikan perjalanan dengan kendaraan tidak bermotor maupun berjalan
kaki tidak begitu disukai di Bali. Hal ini jugalah yang menyebabkan
becak tidak populer sebagai alat transportasi rakyat, sebagaimana yang
terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Hanya sebagian kecil
masyarakat Bali yang menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki untuk
menempuh jarak perjalanan yang pendek. Justru turis asing yang lebih
banyak menggunakan fasilitas pejalan kaki yang terdapat di hampir semua
ruas jalan di Bali.
Akibatnya, motorisasi melanda
sebagian besar masyarakat Bali. Masalah lingkungan dan sosial akibat
tekanan motorisasi yang terjadi di Bali cukup merisaukan para perencana
transportasi lokal. Kemacetan lalu lintas pun menjadi warna keseharian
di Bali, terutama pada saat-saat jam sibuk pagi maupun sore. Di satu
sisi, kemacetan menjadi pembatas alamiah terhadap tingkat pertumbuhan
kepemilikan kendaraan pribadi. Namun, di sisi lain eksternalitas negatif
yang ditimbulkannya sangat besar dan menjadi bahaya laten terhadap masa
depan pariwisata di Bali.
Pembenahan sistem
transportasi di Bali harus dilakukan secara menyeluruh dengan
memperhatikan kondisi lokal. Integrasi sistem angkutan publik, baik
dengan sistem angkutan yang dimiliki otorita satu wilayah tertentu
maupun dengan moda kendaraan tidak bermotor (melalui sistem park and
ride) menjadi salah satu jalan keluar terbaik untuk mengatasi
permasalahan transportasi yang ada di Bali saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar