Sabtu, 25 Agustus 2012

Pohon Perindang Jalan, Burung Kokokan vs Tiang Listrik PLN di Bali


Oleh : Kadek Fendy Sutrisna

Suatu desa di daerah Gianyar-Bali, terkenal sebagai habitat burung bangau putih (kokokan). Burung kokokan di desa ini menjadi ikon pariwisata yang memberikan banyak penghasilan untuk pemerintah daerah setempat, baik itu berupa kerajinan ukiran burung kokokan, lukisan, dan bermacam-macam kerajinan tangan lainnya. Burung kokokan ini telah menjadi magnet pariwisata yang membuat para wisatawan jadi ingin menginap di desa tersebut agar dapat menyaksikan burung kokokan itu dari petang hingga pagi hari secara langsung.

Burung Kokokan

Burung Kokokan

Bunyi serak "keroak-keroak-keroak" biasanya ramai setiap menjelang petang. Jadi kalau wisatawan jalan-jalan di desa itu pada siang hari, tidak akan bisa menyaksikan burung tersebut langsung, hanya tersisa kotoran dan bulu-bulu nya saja yang berguguran. Burung kokokan biasanya bermalam dan berkembang biak di pohon-pohon yang rindang, tinggi, dan besar. Biasanya banyak terdapat di tepi jalan yang lurus menuju Desa Petulu, Ubud.

Papan selamat datang di Desa Petulu - Ubud

Kamis, 24 November 2011

Pembuatan Inkubator Wirausaha Baru di Bali


Oleh : Kadek Fendy Sutrisna

Latar Belakang
Bali adalah salah satu daerah di Indonesia yang saat ini menjadi perhatian para investor dan sedang berkembang pembangunannya dengan sangat cepat. Namun sangat disayangkan bahwa lapangan pekerjaan untuk lulusan perguruan tinggi di Bali sangatlah sedikit. Sebagian besar generasi muda yang berpotensi di Bali biasanya lebih memilih bekerja di luar daerah/di luar negri daripada membangun daerah asalnya sendiri. Bisa dibayangkan efek negatif dari ini adalah banyaknya pengangguran, banyaknya generasi muda yang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya, banyaknya pembangunan di Bali yang kurang terkonsep dengan baik, banyaknya terjadi pemborosan anggaran, dan kurangnya tenaga ahli asli daerah yang dapat mendesain sebuah sistem yang sejalan dengan budaya lokal Bali yang unik.

Dalam menghadapi masalah ini, akademisi, pemerintah dan pengusaha sudah saatnya bersinergi bersama-sama membuat suatu solusi yang nyata untuk meningkatkan kualitas pembangunan dan perekonomian di Bali. Meningkatkan minat berwirausaha generasi muda di Bali mungkin bisa menjadi salah satu solusi yang baik untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Dengan ini diharapkan nantinya muncul pengusaha-pengusaha baru yang akan mampu menyerap tenaga kerja-tenaga kerja, sehingga bisa mengatasi masalah pengangguran dan mengurangi generasi muda Bali yang merantau ke luar daerah.  

Bagi lulusan baru suatu peguruan tinggi yang ingin memulai berwirausaha, memerlukan suatu masa belajar berwirausaha dalam kurun waktu tertentu untuk menimba pengalaman nyata sambil menyiapkan dan menguatkan diri untuk dapat bersaing dalam percaturan bisnis. Waktu tersebut diperlukan diantaranya untuk mengubah cara pandang dalam mengamati situasi bisnis, menetapkan strategi bisnis, meningkatkan pemahaman proses produksi dengan acuan biaya produksi minimum namun berkualitas tinggi, belajar membentuk hubungan sesama rekan bisnis dan belajar menghadapi konsumen dan pemasok komponen yang diperlukan.

Semua kegiatan tersebut akan berjalan dengan baik apabila berada dalam lingkungan yang baik untuk berbisnis dan didukung oleh banyak pihak. Lingkungan tersebut dapat berbentuk Inkubator Wirausaha Baru yang pada awalnya lingkungan ini dapat memberikan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan pengenalan wirausaha untuk generasi muda Bali.

Tujuan Inkubator Wirausaha Baru : 
  • Memberikan pemahaman kepada generasi muda Bali tentang tingginya peluang bisnis yang memanfaatkan teknologi (technopreneurship) di Bali
  • Memfasilitasi dan mendampingi para lulusan baru yang ingin berwirausaha agar bisa mengembangkan usaha-usaha baru yang kreatif yang berlandaskan iptek
  • Mengurangi jumlah generasi muda kreatif yang merantau ke luar daerah dan menumbuhkan kesadaran untuk membangun daerah sendiri
  • Meningkatkan kemampuan generasi muda Bali dalam menyediakan solusi teknologi tepat guna yang bersinergi dengan budaya lokal Bali
  • Meningkatkan standar ekonomi masyarakat Bali

Tantangan :
  • Diperlukan komitmen yang tinggi dari lembaga pendiri dan pengelola inkubator
  • Tantangan dalam memperoleh dana pengelolaan dan kredit usaha
  • Bersinergi dengan kebijakan pemerintah untuk mendukung program inkubator
  • Memerlukan dukungan kuat dari tenaga professional yang bekerja full time serta memiliki komitmen yang tinggi

Kamis, 17 November 2011

Ayo dukung sistem pertanian organik

Oleh : NN

Secara teoritis banyak pakar pertanian ataupun ekologi yang sepaham bahwa sistem pertanian organik merupakan salah satu altematif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial.

Sayangnya praktek-praktek sistem pertanian organik belum memiliki greget yang mengakar dalam masyarakat petani Bali. Pioner-pioner pertanian organik yang muncul di beberapa daerah masih berjuang keras meyakinkan para petani atau masyarakat sekitar tentang manfaat sistem pertanian organik bagi kesinambungan kehidupan alamiah dan manusia. Bahkan tidak jarang para pelaku pertanian organik mendapat sindiran atau cemoohan dari petani lain yang sudah gandrung dengan pertanian industrial yang terkenal rakus bahan kimia dan mahal. Gerakan pertanian organik kurang mendapat tanggapan yang luas karena para petani kita sebagian besar terlanjur berpola pikir dan pola sikap seperti pada masa orde baru.

Masalah Sistem Trasportasi di Bali

Oleh : Andi Rahma

Bali sejak dulu dikenal sebagai pintu gerbang pariwisata di Indonesia. Kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap aset pariwisata yang harus selalu di jaga-Budaya dan kelestarian keindahan alamnya, membuat masyarakat Bali memegang teguh konvensi yang berasal dari budaya yang juga berasal dari aturan agama Hindu Bali. 

Selain mengatur tentang tata hubungan kemasyarakatan, budaya Bali juga mengatur tentang bangunan dan jalan. Hal inilah yang menyebabkan lebar dan jaringan jalan di Bali sangat terbatas. Kondisi yang sangat mendukung bagi dikembangkannya konsep sistem transportasi berkelanjutan.

Rabu, 16 November 2011

[Wisata Bali] Museum Antonio Blanco

Oleh : Kadek Fendy Sutrisna


“A thing of beauty is a joy forever”

Museum Antonio Blanco adalah sebuah museum penghargaan yang diberikan oleh raja Ubud saat itu yang terletak di rumahnya di atas bukit di tepi sungai Campuan, Ubud, berjarak 1,5 jam dari Denpasar.


Antonio Maria Blanco lahir di Manila, Filipina, 15 September 1912 – meninggal di Bali, Indonesia, 10 Desember 1999 pada umur 87 tahun adalah seorang pelukis keturunan Spanyol dan Amerika. Antonio lahir di distrik Ermita di Manila, Filipina. Ia pada mulanya hidup dan bekerja di Florida dan California, Amerika Serikat, hingga pada suatu waktu hatinya tertarik untuk mengeksplorasi pulau-pulau di Samudra Pasifik sebagai sumber inspirasinya seperti pelukis Paul Gauguin, José Miguel Covarrubias dan yang lainnya sebelum dirinya.


Memasuki galeri Antonio Blanco, kita akan melihat kemampuannya yang tiada duanya dalam menggambarkan keindahan seorang wanita. Sebagian besar karya lukisnya bertemakan wanita yang bertelanjang dada dengan seni yang tinggi, romantis, dan berbeda dengan unsur pornografi. Sebagian besar model yang dipakai adalah istri sang maestro sendiri, seorang penari Bali yang santun, Ni Ronji ; anak sulungnya Tjempaka Blanco, dan model-model lain yg dianggap layak untuk diabadikan keindahannya. Tidak heran, Presiden Soekarno pada jamannya sering mengunjungi rumah Blanco, yang dimana kedua-duanya adalah seorang yang sangat mengaggumi wanita.

Bali Dulu dan Bali Sekarang

Oleh: Ibed Surgana Yuga

DULU orang-orang di kampung saya, jika hendak menebang pohon untuk kebutuhan tertentu, ia akan menanam benih pohon yang sama di sampingnya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum pohon tadi ditebang. Dulu bapak saya merayakan Tumpek Wariga dengan menanam berbagai bibit tanaman baru di kebun setelah ritual. Betapa, filosofi dan praktik yang berjalan beriringan!

Sekarang, saya jadi ragu .... Benarkah Bali punya Tumpek Wariga? Atau Tumpek Kandang? Benarkah Bali punya Tri Hita Karana? Benarkah Bali punya Dewi Sri? Benarkah Bali punya Pura Ulun Suwi dan Pura Ulun Danu? Benarkah Bali punya banten? Benarkah Bali punya Bali?

Orang pasti akan menjawab, "Tentu saja punya!" Ya, punya. Tapi apa yang ada di dalam kepunyaan ini? Bagaimana Bali mendefinisikan kepunyaannya ini? Kepemilikan konsep, kebendaan, perilaku, sejarah, warisan, ekonomi, iman, simbol, nilai, makna? Atau sekadar gaya?

Yang jelas, sekarang kita tengah menyambut kehancuran lingkungan Bali. Saya tidak akan memberikan contoh kasus mana saja yang dimaksud karena sudah terlalu banyak berita tentangnya. Lagian saat ini kita begitu mudah menemukannya di sekeliling kita, bahkan di halaman rumah kita sendiri.

Orang Bali : Jual Tanah, Beli Bakso

Oleh: Ibed Surgana Yuga

Tentu kita sangat hafal dengan goyunan "orang Jawa jual bakso untuk beli tanah, orang Bali jual tanah untuk beli bakso". Banyak pewacana yang secara ekstrem mengkhawatirkan bahwa suatu saat nanti orang Bali tak lagi memiliki tempat berpijak di desanya sendiri, orang Bali hanya jadi penyewa, orang Bali tak lagi menjadi bos di negerinya sendiri.

Putu Suasta (2001) menulis bahwa orang Bali telah mengalami perubahan orientasi terhadap keberadaan tanah. Tanah secara tradisional memiliki kompleksitas makna bagi orang Hindu Bali yang hidup dengan kebudayaan agraris. Tanah adalah penghidupan ekonomi sekaligus Dewi Sri yang sakral. Seiring pesatnya pembangunan modern, orientasi ini perlahan bergeser ke arah nilai ekonomi semata, yang mana dapat dilihat dari semakin banyaknya tanah yang dijual, terutama tanah sawah.